10 Februari 2010
Terima Kasih istriku
Sebagai seorang bujangan, wajar saja kalau sering membayangkan untuk bisa punya kekasih, terlebih status aku sudah bekerja.
Awal aku mengenalmu tatkala membaca rubrik "Sahabat Pena", di Surat Kabar Suara Karya Minggu,. Surat Kabar terbitan Indonesia yang aku baca di ruang kerja ku , sambil aku perhatikan beberapa foto lainnya yang ada di kolom itu, akhirnya mataku tertarik pada salah satu foto wanita manis berambut panjang, lalu aku baca data-datanya ternyata gadis yang memiliki nama lengkap DWI YULIANI ini berdomisili di Tegal, tanpa membuang waktu langsung saja bagian ini aku gunting dan aku simpan dalam dompet, karena khwatir ada orang lain yang tau he….. he …… he …….. !
Berdasarkan data itulah akhirnya aku memberanikan diri untuk berkirim surat kekamu untuk mulai membina hubungan persahabatan, dari surat-surat yang aku kirim selalu mendapat jawaban dari kamu, bahkan tidak hanya sebatas persahabatan tapi sudah mengarah kehubungan yang lebih serius lagi, pendek cerita, kamu mau menerima aku sebagai pacar kamu (ma kasih Mah!).
Kebulatan tekadku untuk menjadikan kamu sebagai istriku menjadi semakin kuat, dari photo-photo yang kamu kirimkan kepadaku waktu itu, sungguh membuat aku tidak sabar lagi untuk segera dapat bertemu dengan kamu.
Akhirnya pada pertengahan bulan Juli tahun 1989 aku melaksanakan cuti dan aku pergunakan kesempatan ini untuk dapat bertemu dengan kamu. Berbekal alamat yang aku dapati dari Surat Kabar tersebut diatas, serta berkat jasa seorang kenalanku yang tinggal di Tegal, akhirnya aku dapat menemukan alamat rumahmu.
Sungguh merupakan suatu kebahagiaan, karena kamu yang aku kenal selama ini melalui surat, tiba-tiba sekarang ada di depan mata. Cantik, menarik dan menawan hati, sehingga pada saat orang tuamu menanyakan tentang keseriusan hubungan kita, aku langsung berkata bahwa aku serius untuk menjadikan kamu sebagai calon istriku.
Maka pada pertengahan bulan Agustus di saat-saat aku harus segera kembali ke Harare karena waktu cutiku akan segera berakhir, aku putuskan untuk melamarmu dan bertunangan denganmu, aku khawatir jika ini tidak aku lakukan, aku akan kehilangan kamu.
Kenangan terindah yang tak pernah terlupakan tatkala untuk yang pertama kalinya aku menciummu di bis yang membawa kita dari Tegal menuju Jakarta.
Memang sungguh berat dengan status tunangan kita, karena akupun merasakan cobaan dan godaan yang datang silih berganti, yang sudah barang tentu jika kita tidak kuat menahan cobaan tersebut akan berakibat pada kegagalan hubungan pertunangan kita. Alhamdulillah akhirnya aku dapat lolos dari cobaan dan mungkin Allah SWT telah memberikan jalan yang terbaik untukku.
Sejak kita bertunangan, aku berusaha sedikit demi sedikit melangkapi kebutuhan rumah tangga, agar pada saatnya menikah nanti aku telah memilik tempat tinggal dan sarana lain yang memadai sebagai kelengkapan seorang yang berumah tangga. Alhamdulillah di tahun-tahun tersebut rezeki mengalir, sehingga aku dapat memiliki semua yang diperlukan sebelum aku memutuskan untuk menikahimu.
Alhamdulillah apa yang menjadi keinginanku dapat terwujud, aku dapat menyewa tempat tinggal dan melengkapi kebutuhan perlengkapannya, sehingga ketika kamu menjadi istriku, semuanya sudah tersedia.
Tepatnya 3 tahun setelah pertunangan kita, kini aku berpikir untuk segera menikahimu, tepatnya 19 Desember 1992 kita resmi menikah, sungguh merupakan suatu kebahagiaan yang tak terlupakan, dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT akhirnya dengan perjalanan yang cukup panjang dan sedikit unik hubungan tali kasih kita akhirnya kita dipersatukan.
Meskipun tidak ada istilah bulan madu, hari-hari setelah pernikahan kita menjadi hari-hari yang sangat menyenangkan, mengingat kita tidak pernah merasakan masa-masa indah berpacaran, sehingga kita baru dapat melaksanakannya setelah menikah.
Sebagai suami yang bertanggungjawab aku bawa serta kamu merantau ke Harare, Zimbabwe, Negara yang terletak nun jauh dibelahan selatan benua Afrika. Sebagai istri yang berbakti kepada suami, kamu rela berkorban berpisah dengan keluarga untuk dapat mendampingiku bertugas di Luar Negeri, sungguh suatu pengorbanan yang patut aku hargai, karena kamu yang selama ini sudah begitu dekat dengan keluarga harus berpisah untuk sekian lamanya.
Tentunya bukan hal yang mudah bagiku untuk membuatmu menjadi betah hidup diperantauan, terlebih Negara yang kita diami, jauh berbeda dengan Indonesia yang penuh dengan hiruk pikuk.
Banyak hal-hal baru yang kamu alami, baik itu lingkungan pergaulan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat.
Jika kita berpikir kembali, tentunya tidak sedikit orang-orang yang telah menjadi suami-istri harus menjalani kehidupan pahit diawal-awal masa pernikahannya, sebaliknya apa yang kita alami adalah kehidupan rumah tangga yang serba kecukupan sehingga kita tidak pernah merasakan hidup susah seperti yang pernah dialami orang lain.
Hari demi hari kita lalui bersama di Harare, dengan suasana kemesraan yang terasa begitu indah, dan jalinan tali kasih perkawinan kita telah terwujud dengan kehamilan anak pertama kita, meskipun dengan kondisi hamil kamu tetap setia melayaniku dengan apa yang kamu bisa, ternyata aku tidak salah memilih, selain istri yang setia kamu juga dapat bekerja sama dalam menjalani kehidupan berumah tangga kita, sehingga segala sesuatunya dapat kita kerjakan bersama, tanpa harus mengandalkan orang lain. Terlebih pada kehamilan anak pertama kita, yang merupakan pengalaman pertama seorang ibu, meskipun jauh dari sanak saudara, kamu tetap tegar, dan tetap menjalani aktivitas kamu sebagai istri dan ibu rumah tangga, rasanya sulit untuk mencari istri seperti kamu, selain cantik juga cekatan dalam melaksanakan pekerjaan rumah tangga. Berkat karuniaNya kita diberi kepercayaan untuk memiliki anak pada tanggal 8 Desember 1993 lahirlah anak kita yang pertama, seorang bayi wanita yang sehat, aku sungguh bahagia sekali, sebagai seorang pria aku bisa memberikan keturunan kepada kamu.
Sebagai seorang ibu kamu begitu bertanggung jawab dalam menjaga dan merawat buah dari hasil perkawinan kita, sehingga anak kita dapat tumbuh dengan baik, sehingga kita selalu bersyukur atas nikmat yang Allah berikan pada kita.
Dengan kelahiran anak kita, sepertinya aku merasa ingin selalu dekat dengan kamu dan anak kita, sehingga setiap kali masuk kerja ingin selalu cepat-cepat pulang untuk dapat berkumpul bersama dengan keluarga.
Gejolak jiwa mudaku selalu membuatku selalu ingin bermesraan bersamamu, Tuhan masih mempercayai kita, sehingga selang 2 tahun kemudian kamu melahirkan anak kedua kita seorang bayi laki-laki tepatnya pada tanggal 23 Desember 1995. Lengkap sudah anggota keluarga kita.
Dulu sebelum menikah aku sempat berpikir bahwa setelah menikah nanti aku dapat lebih betah hidup di perantauan dengan istri dan anak-anak dan akan selamanya menjalani kehidupan di luar negeri, namun keinginan itu tidak selalu bisa menjadi kenyataan, karena aku sendiri merasa kasihan terhadapmu, dan aku tidak mau egois dengan keinginanku, oleh sebab itu akupun berpikir demi untuk membahagiakan kamu untuk memutuskan pindah ke Indonesia.
Keputusan yang aku ambil merupakan keputusan yang bijak dan tanpa dipengaruhi oleh siapapun, karena aku berpikir dari sekian lama aku bekerja di KBRI pengalamanku telah cukup untuk dapat kembali mendapat pekerjaan di Indonesia.
Namun kenyataannya lain, baru beberapa tahun kita di Indonesia, kondisi Politk dan Ekonomi dalam Negeri kita berantakan, yang berakibat pada kelangsungan jalannya pemerintahan sehingga membuat segala sesuatunya menjadi serba susah.
Disinilah awal pengalaman pahit dalam kehidupan berumah tangga kita dimulai. Dengan berbekal sedikit tabungan dari Harare, kita mulai mengisi kehidupan di Indonesia dengan sedikit mengencangkan ikat pinggang, mengingat kehidupan yang berbalik seratus delapan puluh derajat, segala sesuatunya harus penuh dengan perhitungan, lagi-lagi kamu begitu setia mendampingiku, dari kehidupan yang serba kecukupan di Harare, lalu harus menjalani seluruh aktivitas ibu rumah tangga kamu tanggulangi sendiri, belum lagi direpotkan mengurus dua orang anak yang saat itu masih diperlukan pengawasan mengingat mereka masih kecil-kecil. Tuhan Maha Adil dan tidak akan membiarkan umatnya dalam kesusahan, tapi semua itu aku anggap sebagai cobaan, agar kita lebih dapat memaknai arti kehidupan yang sesungguhnya. Hari-hariku sejak berada di Indonesia dengan suasana yang kurang mengenakkan membuat aku jadi lebih cepat emosi, mungkin karena suasana yang kurang mendukung sehingga pikiranku dipenuhi oleh berbagai macam problema yang perlu aku segera selesaikan, Oh Tuhan betapa malang nasibku, namun aku tetap berusaha untuk dapat membahagiakan kamu.
Setelah untuk beberapa bulan lamanya tidak bekerja dan tabungan mulai menipis aku diterima bekerja di sebuah perusahaan Pengembang Perumahan, meskipun dengan penghasilan yang pas-pasan tapi kita bisa bertahan hidup tanpa perlu merepotkan orang lain, sementara tu aku tetap berusaha untuk mendapat pekerjaan yang lebih layak lagi, mengingat perjalanan hdup yang harus ku tempuh masih panjang dan harus memikirkan masa depan anak-anakku kelak. Kerja kerasku membuahkan hasil sehingga aku dapat diterima bekerja yang menurutku perusahaan tempatku bekerja cukup bonafit, sehingga aku mempunyai keyakinan untuk dapat meraih masa depan yang lebih gemilang.
Tak pernah aku bayangkan sebelumnya, dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama setelah aku bekerja kondisi perekonomian dan politik Negara kita makin hancur dengan puncaknya terjadi pergantian kekuasaan dan berdampak kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga membuat banyak orang kehilangan pekerjaan. Aku masih bersyukur perusahaan tempatku bekerja masih dapat bertahan dengan situasi dan kondisi seperti ini, meskipun tidak besar, gaji yang aku dapatkan cukup untuk membiaya kebutuhan hidup kita dan juga dapat menyekolahkan anak-anak.
Hal lain yang tidak pernah terpikirkan olehku pada waktu itu, bagaimana harus menyiasati hidup bersama dengan orang tua dan adik-adik, karena kita selama ini hidup mandiri, tentunya agak sulit untuk dapat hidup bersama dengan orang lain terlibat didalamnya.
Untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan pihak keluargaku dan menghindari kesalahpahaman, aku menuruti saranmu untuk pindah rumah, dengan harapan agar kebiasaan hidup mandiri yang pernah kita jalani di luar negeri dapat kita lanjutkan di sini.
Karena memang saat ini rupanya Sang Khaliq sedang menguji kami sesmua untuk lebih bersabar dan ikhlas diri dalam menjalani hidup dengan mebberikan ujian berupa kesulitan finasial dalam keluarga. Tapi semua itu tak jadi soal, karena bagaiomanapun apa yang terjadi adalah hal terbaik dari Allah buat hambanya untuk bisa mendapatkan ridhonya.
Dengan bantuan seorang teman, akhirnya aku mendapatkan rumah kontrakan yang jika dibandingkan dengan rumah tinggal kita di Harare, rumah yang kita kontrak sekarang ini belum apa-apanya, meskipun hanya terdiri dua petak kamar, namun kami sekeluarga dapat hidup bahagia tanpa ada campur tangan dari pihak lain.
Lingkungan tempat tinggal sangat mendukung, sehingga aku merasa betah tinggal disana, meskipun kecil, namun suasana kekeluargaan masyarakatnya perlu dihargai, karena aku belum pernah menjumpai hal seperti itu di Jakarta.
Sedikit demi sedikit aku mulai bisa berkonsentrasi kembali dalam posisiku sebagai Kepala Rumah Tangga memikirkan hal-hal yang terbaik yang aku harus lakukan untuk kelangsungan hubungan kita. Dalam kondisi yang serba pas-pasan kamu masih setia mendampingiku, belum lagi berbagai macam cobaan yang kita alami, membuat kita semakin tegar menjalankan kehidupan kita, namun demikian kita tetap bersyukur karena kita dapat menghadapi dengan tawakal kepada Allah SWT, karena kehidupan kita masih lebih baik dibanding saudara-saudara kita lainnya.
Kadang aku merasa sedih jika mengingat masa-masa indah kehidupan kita di Harare, terlebih anak-anak kita yang selalu membayangkan untuk bisa menikmati kehidupan orang tuanya seperti yang dulu. Aku merasa prihatin jika tidak bisa memenuhi keinginan anak-anak. Sebagai suami aku terus berusaha untuk mendapatkan penghasilan yang mencukupi, dan berbagai upaya telah aku tempuh untuk itu.
Dari mulai melamar pekerjaan pada perusahaan lain, juga menghubungi relasi yang pernah aku kenal.
Allah maha pengasih lagi penyayang dan tidak akan membiarkan umatnya selalu berada didalam kesusahan sehingga diluar dugaanku sebelumnya aku dinyatakan diterima bekerja pada Kedutaan Besar R.I. di Tripoli, aku mengucap puji syukur atas karunia yang diberikan.
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku putuskan untuk menerima pekerjaan tersebut, tepatnya tanggal 18 Maret 2004 aku berangkat menuju Tripoli. Lagi-lagi kamu harus berkorban berpisah dengan suami, dan aku berterima kasih atas kepercayaan kamu melepas aku pergi ke Tripoli untuk berpisah sementara waktu dengan kamu dan anak-anak. Hal yang belum pernah aku lakukan selama ini, sungguh berat rasanya, karena selama ini meskipun hidup serba kecukupan, kita selalu hidup bersama-sama dalam sebuah rumah kecil yang sangat menyenangkan. Aku tekadkan niatku untuk dapat lebih membahagiakan kamu dan anak-anak, agar apa yang mereka bayangkan untuk dapat hidup di Luar Negeri dapat terwujud.
Ternyata perpisahan itu memberi makna yang besar bagi kehidupan kita, hingga pada akhirnya aku dapat membawa kamu dan anak-anak ke Tripoli, sungguh merupakan kebahagiaan karena kita dapat berkumpul lebih cepat dari yang kita perkirakan, sehingga kehidupan kita sekarang menjadi normal kembali dengan berkumpulnya kamu dan anak-anak, dan segala aktifitas telah berjalan kembali seperti dahulu.
Dengan kedewasaan berpikir kini kamu lebih tabah untuk berpisah dengan keluarga meskipun hal ini sangat memberatkan, namun demi kesetiaan kamu kepadaku kamu rela berkorban untuk mendampingiku bekerja di Tripoli.
Kini kita telah menginjak tahun ke-18 usia pernikahan kita, dan kita telah melewati 10 tahun pertama dengan baik, kita bersyukur meskipun 18 tahun bukan merupakan waktu yang singkat untuk dapat mempersatukan perbedaan diantara kita, namun atas saling pengertian yang kita tanamkan kita dapat melewatinya dengan baik, dan semoga ini akan terus berlanjut.
Selain dari pada itu, kita kembali mendapatkan kepercayaan memiliki anak. Pada kehamilan anak ketiga kita, kamu masih seperti yang dulu, meskipun diusiamu sekarang ini, kamu masih tetap istri yang setia dan akung terhadap anak-anaknya, dan menghadapi kehamilan dengan penuh semangat, meski dalam kehamilan saat ini kamu merasakan perbedaan dengan kehamilan-kehamilan sebelumnya, aku merasa kamu memang seorang istri yang penuh dengan tanggung-jawab, sehingga sulit rasanya mencari istri yang seperti kamu, meskipun Allah SWT belum mempercayai kita, sehingga kamu mengalami pendarahan di usia kehamilan delapan bulan sehingga anak kita harus lahir premature, dan atas kehendakNya pula dia tidak berumur panjang, kami ikhlas melepas kepergian Faiz semoga menjadi tabungan amal kita diakherat nanti.
Aku persembahkan buku ini sebagai hadiah di Hari Ulang tahunmu yang ke 36, sekaligus sebagai ucapan terima kasihku kepada kamu yang selama ini telah setia mendampingiku, dan telah banyak berkorban, hanya ini hal terbaik yang dapat aku persembahkan kepada kamu, karena kamu telah banyak berarti didalam mengisi waktu-waktu kehidupanku sehingga aku terus bersemangat untuk menggapai masa depan yang lebih gemilang, simpanlah buku ini baik-baik, sebagai bahan renungan mengenai catatan perjalanan kehidupan kita, dan semoga berguna juga untuk anak-anak kita kelak, agar nantinya mereka dapat mengerti arti sebuah kehidupan.
Aku ucapkan SELAMAT ULANG TAHUN, untukmu istriku tercinta, semoga allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, kekuatan dan panjang umur, didalam mengarungi samudera kehidupan berumah tangga, semoga perkawinan kita akan kekal sampai Kakek-kakek dan nenek-nenek dan menjadikan keluarga yang sakinah, mawadah waromah.
Tripoli , Medio Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar