15 Februari 2010
PENGALAMAN PERTAMA BERJUDI
Kota lainnya di Zimbabwe yang pernah aku kunjungi adalah Nyanga (sebelumnya dikenal dengan sebutan Inyanga) adalah sebuah kota yang terletak dipropinsi Manicaland, tepatnya dibagian timur dataran tinggi (Eastern Highlands) sekitar 105 km utara kota Mutare.
Didaerah ini terdapat gunung tertinggi di Zimbabwe, yaitu Mount Nyangani terbentang kurang lebih 15 km dari perkampungan. Bagian tertinggi dari puncak gunung mencapai 2.600 m diatas permukaan laut. Nyanga merupakan salah tujuan wisata dengan pemancingan ikan air tawar, lapangan golf, pendakian gunung dan tempat berlibur yang mengasyikkan.
Di Nyanga juga terdapat air terjun tertinggi di Zimbabwe, namanya Mtarazi Falls yang ketinggian curahan airnya sekitar 760 m. dikawasan sekitarnya terdapat peninggalan arkeologi berupa bebatuan.
Ditengah kesibukkan kotapraja Nyamhuka, yang dikelilingi oleh perumahan penduduk khas Afrika, Nyanga juga merupakan pusat pendidikan dan latihan Militer terbesar di Zimbabwe.
Yang namanya tempat judi, aku benar-benar asing. Satu-satunya pengalaman aku berjudi hanyalah membeli togel, atau yang waktu aku kecil disebut Nalo. Itu pun hanya sesekali membeli kalau pas malamnya aku mimpi bagus. Beruntung? Enggak pernah!
Mengenai tempat judi, sejauh ingatan aku hanya sesekali menonton judi sabung ayam ketika aku masih kecil di tahun 1980-an, di Pasar Jangkrik, Jatinegara, Jakarta Timur.
Pengalaman pertama berjudi yang sesungguhnya dengan masuk rumah judi dan mencoba bermain justru terjadi di Nyanga, sebuah kota Wisata di Zimbabwe, pada suatu akhir pekan. Tapi tunggu dulu, jangan bayangkan aku berjudi sampai menghabiskan uang ratusan dollar. Aku hanya numpang teman yang sedang bermain untuk sekadar fun. Teman itu pun cuma membeli koin 50 Zimbabwe dollar untuk beramai-ramai.
Pengalaman pertama berjudi itu terjadi ketika aku bersama rombongan KBRI melaksanakan wisata ke daerah pegunungan di kota Nyanga.
Kebetulan hotel tempat kami menginap bersebelahan dengan tempat Casino dikenal dengan nama Mountclare Casino. Bersama beberapa orang teman, kami pun beramai-ramai masuk ke gedung itu di malam kedua, sekitar pukul 23.00 waktu setempat.
Awalnya, aku membayangkan kalau untuk masuk rumah judi seperti itu akan diperiksa ketat, seperti ketika masuk tempat-tempat judi di Jakarta. Bayangan aku, di depan pintu masuk ada bodyguard berbadan tinggi besar, seperti cerita teman atau yang pernah aku baca di majalah-majalah dan koran.
Katanya, bodyguard itu akan memeriksa pengunjung, terutama yang masih asing baginya, sampai detil, termasuk menanyai berapa uang yang dibawa. Kalau tidak membawa uang cukup, kata seorang teman, jangan harap bisa masuk ke rumah judi gelap yang banyak terdapat di Jakarta.
Ternyata, semua bayangan tentang pengamanan itu sama sekali tidak ada ketika aku masuk ke Casino di Nyanga itu. Kami yang datang berombongan, lebih dari 5 orang ternyata bebas-bebas saja masuk ke Casino. Seperti layaknya masuk mal, kami tidak ditanya-tanya, tidak diperiksa.
Sebagai orang awam judi, aku awalnya membayangkan, di dalam ruangan besar terdiri tiga lantai itu akan mendapati orang-orang sedang serius bermain judi dengan wajah berkerut-kerut sambil memegang botol minuman keras yang menebarkan aroma tak sedap dari napasnya.
Ternyata, yang aku temukan adalah ruangan besar penuh mesin dan meja judi berderet-deret rapi. Asap rokok memang ada di sejumlah tempat, tetapi tidak sampai menyesakkan napas. Peminum yang berjudi juga tak aku lihat. Para penjudi juga tidak tegang-tegang amat. Mereka yang lagi "beruntung" tetap duduk berlama-lama di kursi-kursi yang mengelilingi meja judinya.
Di dalam Casino, kami juga bebas-bebas saja berkeliling, menonton orang-orang bermain rolet, blackjack, bakarat, jackpot, games, dan banyak jenis judi yang aku tak paham. Bahkan, ketika aku duduk-duduk di antara para penjudi tanpa ikut berjudi pun tak ada orang yang menegur. Tak ada yang mengusir.
Di meja-meja rolet yang diawaki seorang perempuan muda tak cantik apalagi seksi, para penjudi duduk-duduk manis sambil memerhatikan putaran rolet lalu menempatkan koin-koinnya ke nomor-nomor yang dia inginkan. Boleh dalam satu nomor, dua nomor, atau di empat nomor dalam satu kotak. Koin yang ditumpuk bisa satu, dua, hingga belasan untuk setiap nomor yang dia inginkan.
Tak ada teriakan kesal atau marah ketika nomor yang dipasangi koin ternyata terlewat. Juga tak ada pekik kegembiraan ketika biji judi berhenti di nomor yang dipasangi koin. Penjudi yang beruntung maupun yang tak beruntung terlihat biasa-biasa saja.
Seorang pemuda yang beberapa kali mendapatkan keuntungan juga tak segan-segan nyelonong pergi tanpa ada yang hirau. Tidak ada upaya dari si awak rolet mencegah, apalagi sampai merayu-rayu menggoda agar si pemain bertahan di mejanya. Sebaliknya, seorang perempuan muda yang kalah 20 dollar (sekitar Rp 130.000) juga terlihat biasa-biasa saja.
Ketika aku mencoba menawarinya duduk karena aku tak main sementara dia main, dia malah tertawa-tawa. "Keberuntungan aku justru kalau berdiri begini," kata dia sambil mencoba kembali peruntungannya. Ternyata malam itu dia tidak beruntung di meja itu. Mungkin karena ada aku yang mengganggu konsentrasinya? Entahlah. Yang jelas dia akhirnya ngeloyor begitu saja sambil berpamit basa-basi kepada aku ketika pada pemasangan ketiga tetap tak beruntung.
Setelah berlama-lama di meja rolet tanpa ikut bermain, aku dan beberapa anggota rombongan kemudian melanjutkan keliling ruangan. Di bagian kanan ruangan sampai ke belakang yang aku lihat hanyalah monitor komputer games, seperti halnya di Timezone. Gambarnya macam-macam. Ada kartu remi dan banyak lagi gambar-gambar yang aku tak pahami betul apa jenisnya.
Di depan monitor, penjudi asyik memencet-mencet tombol. Pria maupun wanita, tua maupun muda. Aku berpikir apa enaknya main judi hanya dengan menyamakan kartu di deretan kiri, tengah, dan kanan itu.
Akhirnya ikut main
Setelah puas berkeliling-keliling ruangan, termasuk memesan minuman ringan di sebuah bar di dalam ruang itu, aku kemudian berhenti di sebuah meja rolet. Saat itu, seorang di antara rombongan kami sedang main. "Sudahlah, duduk sini saja. Main pakai koin ini saja," kata seorang rekan yang mengaku hanya membeli koin 50 dollar Selandia Baru.
Awalnya, aku ragu apakah diperbolehkan main menggunakan koin orang. Aku lalu mencoba memasang dua koin rekan tersebut ke angka 17 dan 8. Ternyata koin 17 menang. Aku pun mendapat tambahan 20 koin. Merasa beruntung, aku pasang lagi lima koin di beberapa nomor. Kali ini salah satu koin aku membuahkan hasil lagi.
Lama-lama teman-teman anggota rombongan berdatangan ke meja kami. Koin yang tersisa kemudian dipakai beramai-ramai. Ada yang kalah ada yang menang, tetapi akhirnya semua koin habis dan kami pun ngeloyor pulang ke hotel karena waktu sudah menujukkan pukul 02.00.
Tak ada kesan istimewa ketika kami meninggalkan rumah judi itu. Yang terasa hanya inilah sebuah kegembiraan, sebuah fun, bahwa aku, paling tidak, pernah mencoba berjudi. Bukan di Kalijodo ataupun sabung ayam, pengalaman pertama itu justru di Casino. Luar biasa kan?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar