10 Februari 2010
MANUSIA BERUSAHA TUHAN YANG MENENTUKAN
Sejak menamatkan pendidikan di SMAN 39 Jakarta tahun 1984, berbagai seleksi ujian masuk untuk dapat melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri aku ikuti tapi entah karena nasib baik belum berpihak kepada aku, tidak satu pun yang diterima, selain ketidak mampuan perekonomian, orang tua aku saat itu yang sedang sakit-sakitan, sehingga untuk bisa menguliahkan anaknya ke Perguruan Tinggi Swasta sangatlah mustahil, pada akhirnya aku harus menerima kenyataan menjadi pengangguran yang menyadarkan aku kemana arah dan jalan hidupku selanjutnya.
Dengan berbekal ijazah SMA tanpa memiliki keahlian apa-2 aku berusaha kesana-kemari untuk mencari pekerjaan. Telah puluhan lamaran di kirimkan, berbagai instansi di datangi, berbagai ujian masuk pegawai negeri pun aku ikuti, namun nasib baik belum aku dapati, meskipun ada juga panggilan kerja dan wawancara namun setelah aku konsultasikan dengan orang tua sepertinya beliau tidak setuju dengan jenis pekerjaan yang ditawarkan, sehingga aku urung untuk memberi keputusan kepada pihak pemberi kerja.
Akhirnya untuk mengisi waktu luang akupun manfaatkan waktu untuk membantu usaha dagang kecil-kecilan dari Kakekku yang juga merupakan pengalaman paling berharga bagi aku, karena dari sana aku banyak belajar mengenai falsafah dagang tradisionil. Sekali waktu aku juga tinggal bersama Paman yang berdomisili di Bandung, beliau memiliki usaha percetakan skala kecil, aku banyak belajar dari beliau dalam menjalankan usahanya ini, satu pengalaman lagi aku dapatkan.
Rejeki, Jodoh dan maut itu sudah diatur oleh Allah SWT, kita sebagai manusia takkan pernah mengetahui kapan akan datang, dan aku sangat mempercayai ini.
Pada suatu hari, di bulan September 1986, ketika aku baru saja pulang dari bepergian, Kakek menyerahkan amplop yang diterimanya dari Pak Pos tadi siang, tanpa membuang waktu segera aku buka amplop tersebut, di bagian luar ada Logo Perumtel (Telkom), menandakan isi dari amplop itu adalah berita telegram, seperti yang biasa diterima keluarga aku jika ada berita yang sifatnya mendadak untuk mengabarkan keluarga yang sakit atau meninggal dunia, dengan perasaan sedikit was-was aku buka amplop tersebut untuk mengetahui isi beritanya.: " Saudara dinyatakan diterima bekerja di KBRI Harare, Zimbabwe harap segera menghubungi Biro Keuangan Deplu ". demikian isi singkat dari telegram tersebut. Alhamdulillah aku berucap setelah selesai membaca isi telegram tersebut.
Sungguh tak terbayangkan rasa senang pada saat itu, dan langsung aku sampaikan berita gembira kepada keluarga terutama Bapak yang sedang menderita sakit, beliau sangat senang mendengarnya dan mendukung aku untuk bekerja di luar negeri.
Aku jadi teringat suatu hari salah seorang sepupu memberikan informasi mengenai adanya lowongan untuk bekerja di Luar Negeri sehubungan dengan akan dibukanya beberapa kantor Perwakilan RI, aku menitipkan berkas lamaran melalui Om yang bekerja di Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Anggaran, untuk diteruskan ke Deplu, aku tidak terlalu berharap dapat diterima, karena menurut Om, syaratnya harus bisa bahasa Inggris dan mengemudikan kendaraan, yang kedua-duanya tidak aku miliki, namun apa salahnya mencoba mengadu nasib.
Dengan diterimanya bekerja ini merupakan langkah awal dari sebuah perjalanan hidup aku yang harus di tempuh untuk menggapai cita-cita yaitu bekerja lalu berumah tangga.
Berdasarkan petunjuk pada isi telegram, keesokkan harinya aku pergi ke Pejambon gedung Departemen Luar Negeri, disana aku menemui Bapak Atang Ibrahim, beliau adalah Pejabat Administrasi yang ditunjuk oleh Deplu untuk membuka Kantor Perwakilan RI di kota Harare, Zimbabwe. Pada pertemuan itu beliau menyampaikan bahwa Bapak Duta Besar RI yang telah dilantik Presiden untuk mewakilli Pemerintah Ri di Negara Zimbabwe, memutuskan telah menerima aku sebagai calon Pegawai Setempat (Local Staff) bersama 4 orang lainnya , sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa hal yang harus di persiapkan mengenai keberangkatan, beliau juga menyampaikann bahwa dari 5 orang staf yang diterima, aku termasuk yang paling muda usianya, beliau juga memberi sedikit gambaran mengenai jenis pekerjaan yang bakal aku hadapi kelak, intinya kita bekerja pada perwakilan yang baru dibuka oleh karena itu harus dapat saling bekerja sama dan bekerja serabutan, artinya apa saja kita kerjakan untuk mendukung misi Perwakilan.
Setelah cukup mendapat Brieffing dari Bapak Atang untuk hari itu, aku pun dengan hati riang pulang kerumah, dalam perjalanan pulang dari Pejambon ketika melintasi jalan Diponegoro dengan bis kota,aku melihat beberapa bangunan rumah yang dijadikan Kantor Perwakilan ataupun rumah kediaman Duta Besar Negara asing, Sehingga aku berpikir Kantor Perwakilan di Zimbabwe pun seperti itu, terlintas dibenak aku : apa pekerjaan aku nanti, apakah aku akan bekerja sebagai tukang kebun disana … ?? aku belum mendapat gambaran jenis pekerjaan yang bakal dihadapi dan aku pun tidak terlalu terobsesi untuk suatu jenis pekerjaan, jadi apapun jenisnya yang pasti akan aku kerjakan dengan sebaik mungkin.
Keesokan harinya aku kembali ke Pejambon untuk menjalani beberapa test di Direktorat BINMASLUGRI diantaranya screening test, test wawancara, dan pembekalan seperlunya, hal ini sangat diperlukan oleh WNI yang akan menetap dalam waktu yang agak lama di Luar Negeri, dengan mengikuiti rangkaian test ini diharapkan bisa menjaga citra Indonesia di Luar Negeri.
Hari berikutnya yaitu pembuatan Paspor, yang dilakukan secara kolektif bersama beberapa teman, proses pembuatan ini memakan waktu satu hari di Kantor Imigrasi yang terletak di area bekas Bandara Halim Perdanakusuma, kami di bantu oleh Pak Kery salah seorang staff bagian Konsuler Deplu, sehingga Paspor dapat selesai pada hari itu juga untuk selanjutnya dengan Surat Pengantar dari Deplu kami mengajukan permohonan Visa di Kedutaan Besar Inggris.
Setelah seluruh pengurusan dokumen perjalanan selesai, Pak Atang menyerahkan tiket pesawat sambil menjelaskan bahwa atas kebijaksanaan Pimpinan maka untuk pembayaran tiket pesawat, pembuatan paspor dan visa untuk sementara dibayarkan dulu oleh dinas yang pengembaliannya dengan cara diangsur sebanyak 10 kali dari gaji yang bakal aku terima nanti di Harare, dengan polosnya aku mengangguk saja tanda setuju, maklum karena tidak memiliki uang sebanyak iitu untuk membeli tiket.
Rombongan keberangkatan di bagi dua pertama sebagai team pendahulu akan berangkat Bapak Atang Ibrahim, Bapak Prihadi Notokusumo dengan dua orang Staf Mas Bambang dan Bang Nastari, sedangkan rombongan kedua terdiri dari Ibu Atang Ibrahim, Ibu Prihadi dan 3 orang Staf termasuk aku.
Sambil menunggu waktu keberangkatan yang telah ditentukan aku masih harus menyiapkan barang bawaan ku, terutama pakaian, karena dalam hal berpakaian menjadi keharusan sebagai pegawai Kedutaan untuk menggunakan Jas + dasi sebagai pakaian kerja resmi sehari-hari. Karena selama ini tidak pernah memiliki, untuk itupulalah terpaksa harus menjahitkan 2 stel jas, aku tidak berani membawa barang terlalu banyak karena seperti yang diisyaratkan dalam tiket bahwa setiap penumpang hanya diperbolehkan membawa maksimum 20 kg, jika lebih dari jumlah yang ditentukan maka dikenakan biaya tambahan, aku berupaya agar barang bawaan tidak melebihi batas yang ditentukan. Maklum baru pertama kali jadi takut.
Belum lagi sempat melihat anaknya berangkat ke Luar Negeri, akibat sakit yang dideritanya Bapak meninggal dunia, pada bulan Nopember 1996 sebulan sebelum kepergian ku ke Zimbabwe. Sebagai anak pertama secara otomatis aku menggantikan posisi Bapak untuk dapat menafkahi ibu dan ke 4 orang adik-adik yang relative masih kecil-kecil.
Panduan hidup ke depan, titik balik. Perbaiki diri Allah mengatur semua kejadian, Allah menguasai segala kejadian yang terpenting dalam hidup ini ada dua perkara.
Berikan yg terbaik dari hidup kita dgn iklhas dan istikoma, jangan berharap apapun kecuali ingin ikhlas dan konsisten semua ada waktunya.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar