15 Februari 2010
LONDON KEDUA KALINYA : SUMMER TIME IN LONDON
Dari hari ke hari, bulan ke bulan tidak terasa 3 tahun sudah aku meninggalkan tanah air tercinta Indonesia, dengan sedikit tabungan yang ada aku cuti untuk menengok Ibu dan adik-adik, tak ada pilihan lain kecuali harus ke London untuk mendapatkan conncting flight (penerbangan lanjutan) ke Jakarta, jadi terpaksa harus kesana dan tinggal untuk beberapa hari lamanya. kesempatan ini aku pergunakan untuk mengelilingi kota London karena merasa belum puas saat pertama kali mengunjungi kota ini 3 tahun yang lalu, selain waktu kunjungan yang cukup singkat juga bertepatan dengan musim dingin.
Akhirnya hari ”H” telah tiba, aku berangkat sendirian, tidak ada temen sejawat yang menemani, tak ada yang menjemput aku di bandara Gatwick. Bekal aku cuma nomor telepon Wisma Merdeka dan alamat yang aku dapatkan dari seorang teman di Harare. Siksaan selama 10 jam di pesawat akhirnya terlewati. Syukur tidak terjadi apa-apa. Cuma telinga aku agak sakit, ini akibat aku lupa mengunyah permen saat pesawat take-off dan landing seperti yang dinasehatkan dokter.
Rintik hujan membasahi kaca di pesawat sesaat mendarat di bandara Gatwick dan awan kelabu memayungi kota London. Udara sejuk menerpa saat keluar dari pesawat. Sangat tidak biasa karena cuaca bulan Juli seharusnya panas.
Kaki akupun akhirnya menjejak bumi London sekitar jam 6 pagi waktu setempat, perasaan campur aduk, antara senang, tegang, khawatir.
Sehabis pemeriksaan paspor dan ambil barang, Oke… bagasi sudah di tangan…what next?aku mulai terserang rasa panik, aku bingung, tak tahu harus apa?untung ini bukan terminal Pulogadung, yang rawan copet atau penipu dengan hipnotis. Aku duduk sebentar, supaya tenang. Aku keluarkan selembar kertas dari tas poket aku, disitu tertera beberapa petunjuk yang harus aku lakukan untuk bisa mengantar aku ke Wisma Merdeka. Aku harus menuju Terminal A, lalu naik kereta ekspress menuju Stasiun Victoria. Dari Victoria aku harus naik taxi menuju Wisma Merdeka.
Got it. But how to get to Terminal A? panik aku mulai mengendur, aku tanya seorang laki-laki berpakaian seragam, semacam satpam di sini. Dengan logat inggrisnya yang kental, dia menerangkan arah yang harus aku tuju. What?Terminal A ternyata jauh sekali. Karena aku tiba di Terminal B, aku harus menggunakan kereta penghubung oohh no. Terus terang, saat itu aku dapat kesan bahwa orang-orang London bukanlah orang yang ramah dan helpful. Mereka menjawab secara cepat dan tidak peduli apakah kita orang baru atau tidak.
Ada pengalaman lucu sebelumnya, mengingat ini merupakan perjalanan pertama kali seorang diri, berdasarkan pentunjuk yang aku dapat dari seorang teman di Harare mengatakan agar, setibanya di airport segera menuju loket untuk membeli tiket kereta dengan tujuan Victoria Station, dasar kampungan setibanya di airport aku mengikuti penumpang yang sepesawat memasuki kereta yang telah tersedia, namun dengan perasaan ragu aku keluar lagi, teringat belum beli tiket, tapi setelah aku perhatikan setiap orang yang masuk ke gerbong kereta itu tidak ada yang membeli karcis, akhirnya dengan rasa percaya diri aku masuk lagi, rupanya itu kereta penghubung antara terminal A ke B, dasar …. !! ternyata aku berada diterminal "B" ketika turun dari pesawat, sementara Stasiun kereta terdapat di terminal "A", di terminal ini baru aku mencari loket kereta dengan tujuan Victoria Station di London,
Singkat kata, aku sudah berada di kereta menuju pusat kota London, yakni menuju Stasiun Victoria, stasiun kereta terbesar di London, semacam stasiun Gambir di Jakarta deh. Karena setahu aku Victoria bukanlah tujuan akhir dari kereta yang sedang aku tumpangi, dan karena takut-takut terlewat, aku mulai berpikir untuk bertanya-tanya.
Perjalanan dengan kereta dari airport menuju ke stasiun Victoria di pusat kota London berjalan kurang lebih 40 menit. Kereta yang kami tumpangipun bersih dan nyaman, walaupun kami harus membayar cukup mahal (3.2 pound, sekitar 50 ribu rupiah, per orang) untuk sekali jalan.
Melihat pengalaman sebelumnya, aku mulai mencari wajah-wajah yang ramah dan kooperatif disekitar aku duduk, dan pilihan aku jatuh kepada seorang laki-laki muda yang duduk berhadapan dengan aku. Dikakinya terlihat ransel besar, pasti dia habis bepergian jauh. Dengan asumsi tersebut aku berharap laki-laki ini mengerti bagaimana rasanya menjadi orang asing di negeri yang baru pertama kali di jejak.
Aku memberanikan diri bertanya, dan thanks God, pilihan aku tidak salah, ternyata dia juga akan turun di Victoria, ya udah obrolan kita jadi panjang lebar. Namanya Colin dan ternyata tadi dia satu flight yang sama dengan aku tadi. Dia habis backpacking keliling Africa ternyata. Profesinya sebagai bartender di salah satu kafe di kota London. Saat itu dia sedang ambil cuti panjangnya. (Enak yah jadi orang London..bartender saja bisa jalan-jalan keliling dunia dengan biaya sendiri)
Sesampainya di stasiun Victoria di tengah kota London, kami melanjutkan perjalanan dengan taksi, menuju Wisma Merdeka, yang akan menampung aku selama 5 hari ke depan.
Sesampai di Wisma Merdeka, kami sudah disambut oleh Pak Dr. Santo, Yang dipercaya menungu Wisma. Tinggal di wisma membuat aku lupa bahwa aku sudah sampai di London. Selain karena aku masih menggunakan bahasa Indonesia, juga karena istri Pak Santo sangat piawai memasak masakan-masakan Indonesia. Bahkan masakan-masakan dengan tingkat kesulitan tinggi, seperti Gule atau opor!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar