16 Februari 2010
TERPESONA MELIHAT KA'BAH
SUBHANALLAH. Tergagap. Ka’bah di depan mata.. Ya, Ka’bah. Gambar yang sangat sering ditatap, dirindukan, dan dimimpikan. Kini, bukan mimpi. Bukan gambar. Ini nyata. Baitullah. Bangunan pertama di dunia. Di Tanah asal muasal diri. Rumah Allah di dunia.
Ya, Allah. Selama ini hamba merasa kuat. Kau berkati panca indera, daya pikir, daya ingat. Hilang. Terpana. Terpesona. Diam. Seluruh bagian raga stop. Detak jantung tak berasa. Duh, Baitullah yang hamba rindu-rindukan. Melihatnya. Langsung. Asli. Subhanallah. Tersadar. Segera membuka ‘buku gantungan’, membaca doa. Sungguh ya Allah, inilah pengalaman pertama. Terima kasih ya Allah.
Alloohumma zid baitaka haadzaa taksyiy-riifan wata’zhiman, watakriiman wabirron wamahaabatan; Ya Allah tambahkanlah Baitullah ini kemulyaan, keagungan, kebaikan, dan kewibawaan.
Aduh, Ka’bah berselimut kiswah bertulisan benang emas yang disulam khusus; Allah Jalla Jalalah, la ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. Allah Maha Agung, tiada Tuhan selain Allah, Muhammad Pesuruh Allah.
Ya Ka’bah yang dibangun Malaikat, dua ribu tahun sebelum Nabi Adam Diciptakan. Ka’bah tempat tawaf para Malaikat di bumi. Tempat tawaf Nabi Adam sampai ummat Nabi Muhammad SAW. Ka’bah bukan sembarang bangunan, bukan saja bangunan pertama di dunia, tetapi tempat paling terpilih, Rumah Allah, Baitullah. Ya, Baitullah yang telah mengalami perbaikan 10 kali.
Ya, sejak pembangunan (rehabiltasi) keempat oleh Nabi Ibrahim sampai generasi pembangunan ke 10, sebagimana kita kenal, itulah bangunan paling dirindukan manusia di muka Bumi. Jutaan orang silih berganti, apalagi kalau menunaikan umrah, dan mencapai puncaknya pada ibadah haji. Bayangkan, lebih 2 (dua) juta manusia mendatangi makam Nabi Ibrahim untuk menunaikan kewajiban Muslimnya. Kini, seorang anak kampung, Hary Sudarmanto, berdiri terpesona menatap keberadaan dan keajaiban Ka’bah, sesuatu yang dirindukan puluhan tahun.
Aku tidak tahu lagi, jujur saja, tidak merasakan apa-apa dalam artian terharu atau gimana gitu. Mungkin, lebih tinggi dari itu. Atau, memang tidak merasakan nikmat melihat Ka’bah? Tidak meneteskan air mata haru?. Entahlah. Terpana, terpesona di hadapan Ka’bah.
Begitu kah orang terpana, terpesona? Tidak juga, kali. Ketika pertama kali melihat calon isteri, dulu terpesona, tapi sekelabat. Kini, berlama-lama. Tidak mampu mengendalikan diri. Subhanallah. Pasti sudah, kalau ditanya bagaimana melihat Ka’bah (pertama kali) susah mendeskripsikannya. Kalau orang lain mungkin punya haru yang lain.
Yang jelas, puluhan tahun merindukan Ka’bah baru kini terpenuhi. Dan, tiba-tiba penuntun umrah menyadarkan, waktunya tawaf. Aku pandangi lagi Ka’bah, dan Bismillah, kaki dilangkahkan melalui anak tangga. Di hamparan marmar lantai memutar Ka’bah, shalat. Pikiran dan perasaan baru terkendali. Seselesai itu kembali memandangi Ka’bah sampai disadarkan penuntut, beranjak ke ‘lampu hijau’ sejajaran awal tawaf. Kami mengambil posisi. Dan, Allahu Akbar.
Kemudian kami mencari tempat untuk bergabung dengan jamaah lainnya melaksanakan sholat Ashar. Kami mengambil posisi sholat di tempat yang berhadapan dengan pintu Ka'bah dan Al Multazam Dan, Allahu Akbar, selesai sholat selama berdo'a didepan Ka'bah air mataku jatuh bercucuran tanpa dapat ditahan. Perasaanku terharu, terharu karena mendapat kesempatan untuk melaksanaklan Sholat benar-benar dihadapan Ka'bah. Aku bersyukur akhirnya tertunai juga hajjat aku untuk sampai dan melaksanakan sholat di rumah suci Allah ini.
Pak Adam mengajak kami menuju tempat permulaannya Tawaf, kami pun berniat dan mulai melakukan tawaf, dalam keadaan berhimpit-himpit putaran demi putaran kami lakukan tanpa rasa penat. Terasa nikmatnya dapat beribadah mengelilingi Ka'bah bersama ribuan jemaah berbagai bangsa. Terdapat rombongan jemaah dari negara lain yang bertawaf di pimpin oleh ketua masing-masing..
“Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan dan wibawa kepada Baitullah, Kabah ini. Dan tambahkanlah pula pada orang-orang yang memuliakan, mengagungkan dan menghormatinya di antara mereka yang berhaji atau berumrah dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan dan kebaikan.”
Pak Adam memimpin dengan doa demi doa, setiap putaran yang dibaca mulai dari Hajar Aswad sampai Rukun Yamani. Semuanya harus tujuh putaran. Setiap kali melintasi Rukun Yamani, kita disunahkan mengangkat tangan dan melambaikannya seraya berseru; “Bismillahi wallahu akbar!”
Di antara Rukun Yamani dengan Hajar aswad kita membaca; “Robbana atina fiddunya hasanatun wafilakhirati hasanatanwaqina azabannar….”
Ini biasa disebut juga sebagai doa sapujagat. Dan bila kita tak bisa mendengar doa muthowif, sepanjang tawaf tidak mengapa jika hanya menggumamkan doa sapujagat ini. Bahkan doa apapun, doa yang isinya kita pahami. Sungguh Allah Maha Tahu, apa yang kita ingini!
Kami melakukan tawaf di bawah tanpa banyak rintangan. Diusahakan untuk melakukan sholat dua rakaat di Maqom Ibrahim dan Hijir Ismail. Namun, sekali ini, sungguh tak memungkinkan mencapai kedua tempat tersebut. Bahkan Hijir Ismail, entah sejak kapan, sudah dinyatakan tertutup, dijaga oleh para askar. Akhirnya kami sholat dan berdoa khusuk di depan Multazam.
Di sini kulihat hampir semua jamaah mencucurkan air matanya. Mereka sama menyampaikan doa, harapan dan keinginan masing-masing. Maka, selain kusampaikan doa pribadiku, tak lupa kusampaikan doa titipan anak-anak, menantu, ibu dan saudara-saudaraku, para tetangga, sahabat, handai-taulan…
Kemudian melanjutkan ibadah dengan sai. Kami mengawalinya di lantai atas, bukit Safa hingga bukit Marwah. Anda jangan membayangkan ada dua bukit sesungguhnya di areal Masjidil Haram ini, seperti sering dibayangkan oleh orang yang belum pernah berhaji. Demikian pula yang terpeta di benakku sebelum umrah. Nah, kedua tempat yang dimaksud hanyalah berupa gugusan ubin lebih tinggi dibanding lantai di bawahnya.
Sesungguhnya jika tidak disertai gelombang manusia, niscaya kita akan bisa melakukan lari-lari kecil dengan santai. Ini tempat yang nyaman dengan atap yang melindungi kepada kita dari sengatan matahari, bahkan dipasangi AC di berbagai sudut. Sungguh tidak sama situasinya tatkala Siti Hajar dahulu melakoni semua di tempat yang sama.
“Ini simbol perjuangan seorang ibu, Siti Hajar yang berlari-lari mencair air untuk bayinya, Ismail, antara bukit Safa dengan bukit Marwah,” suara muthowif Adam terdengar di antara suara-suara dan doa-doa jamaah lainnya.
Suasana di sini tampak semakin crowded.
Manusia begitu melimpah-ruah, bagaikan gelombang yang silih berganti menggulung-gulung dari segala penjuru mata angin. Untuk mencapai satu kali putaran pun dibutuhkan tenaga ekstra, termasuk kesabaran yang pantang ada putusnya itu.
“Bagaimana keadaan di atas sana?” tanyaku ingin tahu kepada seorang muthowif yang baru kembali dari lantai dua.
“Wuaaah… Mas, Lihat tuh, coba aja tengadah ke atas sana, Mangkin crowded!”
“Nah kan? Crowded yah… rasanya makin sering aja nih istilah kudengar,” komentarku menahan tawa, dan kembali berusaha fokus menyelesaikan putaran demi putaran.
Beberapa jamaah yang melintas di sebelah-menyebelahku, sempat kucermati. Aneh sekali, rasanya banyak pasangan jamaah belia, terutama yang bertampang Arab pakistan. Karena penasaran, beberapa sempat kutanya juga dalam bahasa Inggrisku yang hancur. Benar, 17 dan prianya 18-an.
“Ya Allah, hamba mohon, berilah kesempatan kepada anak-anak dan istriku, limpahilah rezeki-Mu….Undanglah mereka menjadi tamu-Mu, ya Rabb,” gumamku sambil berderai air mata.
Setelah selesai melakukan tawaf kami mencari tempat untuk melakukan sholat sunat tawaf sebelum mengerjakan Sai di belakang maqom Ibrahim. Selanjutnya kami menuju\j ketempat Sai yang terletak didalam kawasan Masjidil Haram. Bermula dari Bukit Safa kami berniat dan menuju ke Bukit Marwah. Semangat rasanya di hati dapat beribadah bersama-sama umat Islam berbagai bangsa.
Diawal putaran kami melangkah dengan penuh semangat, hingga beberapa putaran, karena udara panas ditambah lagi berpuasa membuat tenggorokan mulai terasa kering, aku coba untuk tetap bersemangat, karena tidak tahan akhirnya Pak Adam pemandu kami , mengajak berhenti sebentar untuk mengambil air zam-zam, akupun mengikutinya, aku pun mengambil beberapa gelas untuk membasuh muka dan terasa sejuknya begitu menyiramkan air zam-zam kekepala aku, hingga pakaian basah kuyup bermandikan air zam-zam. Barulah reda rasa dahaga dan panas di badanku sehingga dapat melanjutkan putaran-putran berikutnya.
Setelah selesai tujuh putaran kami pun menggunting rambut (tahalul) sebagai penyempurnaan Umroh kami.
Alhamdulillah, akhirnya ibadah Ummroh kami selesai pada sore itu.
Sehabis buka dan Sholat Maghrib aku bersiap-sipa untuk meninggalkan Mekkah dengan menyewa taxi dengan bayaran 15 Riyal per orang.
Selama taxi bergerak perlahan melintasi Masjidil Haram, aku menoleh melihat Masjidil Haram untuk yang terakhir kalinya hingga hilang dari pandangan aku. Hati terasa amat sedih meninggalkan Baitullah rumah suci Allah. Kapankah aku mempunyai kesempatan ke sini lagi ?
Tidak banyak yang dapat aku ceritakan tentang Mekkah, karena keterbatasan waktu dalam kunjungan kali ini.
Insya Allah jika ada rezeki dan kesehatan mengijinkan pasti aku akan datang lagi
Dihari yg ke-4 selama mengikuti Sosialisasi di Jeddah, aku mendapat peluang sekali lagi mengerjakan Umroh bersama rombongan peserta Sosilisasi dengan menggunakan bis yang disediakan oleh pihak KJRI Jeddah, Selepas buka bersama dan sholat Maghrib kami bergegas kembali ke Wisnu untuk melakukan persiapan, menjelang waktu Sholat Isya kami berangkat, Ibadah umroh kedua ini dilaksanakan malam hari hingga menjelang masuknya waktu Imsak.
Aku mempunyai pengalaman yang menarik ketika melaksanakan umrah kali pertamanya, Salah satunya tubuh aku merinding dan terahru ketika melihat Kakbah.
Melaksanakan Umrah ke Tanah Suci merupakan suatu pengalaman berharga dan menarik bagi semua orang. Bahkan ada pula yang ingin kembali untuk melaksanakan haji kecil tersebut. Seperti halnya aku yang berniat untuk kembali ke Tanah Suci untuk melaksanakan Umrah. Setibanya di Tanah Suci aku merasa terharu dan bahagia karena dapat menjadi tamu AllahSWT, aku sempat tidak percaya ketika dapat menatap langsung Masjidilharam.
Saat tiba di Tanah Suci, subhanallah senangnya aku bersyukur sekali masih diberik kesempatan untuk mengunjungi rumah Allah SWT, bahkan dengan rasa haru saat pertama kali melihat Kabah. Serta merasakan kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan.
Selama ini aku melhat kemegahan Masjidilharam hanya melalui foto, poster, dan televisi. Setelah melihat Kakbah di depan mata, aku langsung mengucapkan Alhamdulillah. Kini aku telah menginjakkan kaki di tempat yang mulia itu.
Pada umumnya banyak para jemaah yang melaksanakan ibadah haji dan umrah yang mengalami kendala selama berada di Tanah Suci, Makkah. Namun bagi aku sama sekali tidak mengalami kesulitan, selalu mendapatkan kemudahan selama di Mekkah tidak seperti apa yang dibayangkan sebelumnya, semua prores ibadah berjalan lancar . Bahkan sejak awal aku sama sekali tidak takut adanya pengalaman buruk karena aku selalu beristighfar.
Satu hal yang perlu disyukuri, yang namanya minuman dan makanan untuk berbuka puasa di Mekkah berkah sekali selain di Masjidilharam banyak para dermawan yang membagikan makanan minuman disetiap jalan-jalan secara gratis.
Wisma Nusantara, Jeddah, 31 Agustus 2008.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar